Ketika hidup dilingkung perih, saat itulah dirinya diduga dengan pemergian anak kesayangan. Alangkah hiba perasaan apabila sering dipersalah atas dosa-dosa yang tidak dilakukan. Meski perasaan direjam luka, namun dia bangkit untuk mencari sinar bahagia. Bukan wang menjadi percaturan, tetapi kasih sayang yang ditagih daripada seorang mentua yang sudah dianggap sebagai ayah. Demi anak, demi suami, demi diri sendiri, Hamidah bangkit untuk merubah kehidupan mereka meskipun Salim sentiasa memandangnya dengan hina. Dicerca, dihina, disakiti hatinya namun demi seorang mentua, Hamidah membalut kelukaan dengan helaian sabar. Tunjang kesabaran Hamidah, akhirnya kerikil di lopak hati Salim kian lekuk.

Ruang benci yang entah dari mana hadirnya membuatkan Salim tidak memandang menantu itu walau sebelah mata. Dihina dan dibandingkan dengan menantunya yang berjaya, namun hangatnya kasih sayang Hamidah akhirnya membuat hatinya kian lama kian dihambat perasaan bersalah. Demi menebus dosa yang berombak, resepi turun-temurun bertukar milik supaya ia dapat diusahakan.